BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan sangat diperlukan dalam kehidupan manusia, dimana pendidikan menjadi suatu kebutuhan manusia dalam meninjau masa depannya, apalagi sebagai oranng yang memeluk agama islam, paling tidak harus mengetahui mengenai aturan kehidupan yang akan dijalaninya. Karena sebagai umat muslim ada aturan-aturan yang tidak lepas dari kehidupan kita sekalian. Dalam melaksanakan ibadah memerlukan ilmu pengetahuan tentang ibadah, ada perkara wajib dan sunnah dalam melaksanakan ibadah baik itu ibadah maqdah maupun ibadah ghairu maqdah. Nah, hal tersebutlah menjadi alasan pentingnya pendidikan untuk kehidupan kita.
Anak adalah tanggung jawab orang tua untuk mendidiknya, sehingga berjalan dalam koridor islam dengan berdasar kepada Al-qur’an dan Al-hadis: dalam hal ini lukman berkata kepada anaknya: “wahai anakku janganlah engkau mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar kezaliman yang besar”. Dalam hal ini lukman member pengajaran kepada anaknya tentang kebenaran dan meninggalkan perbuatan kemusyrikan. Karena kemusyrikan adalah kezaliman yang besar. Maka dari itu kita sebagai orang tua, baik bagi orang tua di rumah, maupun orang tua di sekolah harus betul-betul mengajar anak atau peserta didik dengan baik dan penuh kelembutan sebagaimana lukman dalam mendidik anaknya yang telah dikisahkan di dalam Al-qur’an.
Dalam kehidupan kita banyak sekali dijumpai hal-hal yang bertentengan dengan hukum Al-qur’an dan hadis maka dari itu disinilah fungsi pendidikan untuk memilah man yang hak dan mana yang bathil. Sejak kecil anak sudah mendapat pendidikan dari kedua orang tua melalui keteladanan dan kebiasaan hidup sehari-hari dalam keluarga. Baik dan tidaknya keteladanan yang ditampilakan akan mempengaruhi jiwa dan tingkah laku anak. Keteladanan dan tingkahlaku kedua orang tua, tidak terlepas dari pengamatan anak. Meniru suatu hal yang orang tua lakukan adalah sesuatu yang sering anaklakukan dalam tahapan perkembangannya. Maka dari itu tanggung jawab orang tua dalam mendidik anak sangatlah besar untuk penanaman ahlak yang baik dan luhur.
B. Rumusan Makalah
Dengan melihat latar belakang diatas, maka dapat kita rumuskan pokok masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana metode pendidikan anak dalam perspektif Al-qur’an surah Lukman?
2. Bagaimana konsep interaksi antara anak dan orang tua dalam persfektif Al-kur’an surah Lukman?
3. Sebagai orang tua, apa yang harus kita persiapkan untuk anak sebelum meninggal persfektif Al-qur’an surah An-nisa?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini, agar mahasiswa mengetahui pokok masalah sebagai berikut:
1. Mampu mengetahui metode pendidikan anak dalam persfektif Al-qur’an surah Lukman.
2. Mamapu mengetahui konsep interaksi antara anak dan orang tua dalam persfektif Al-qur’an surah Lukman.
3. Mengetahui yang harus kita persiapkan untuk anak sebelum meninggal persfektif Al-qur’an surah An-nisa.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENDIDIKAN ANAK DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN SURAH LUKMAN DAN SURAH AN-NISA
Dalam mendidik seorang anak, sudah pastilah orang tua harus mengetahui bagaimana cara menanamkan nilai-nilai pendidikan yang baik terhadap seorang anak. Karna orang tualah yang menjadi lingkungan yang pertama di tempuh oleh seorang anak dalam mendapatkan pendidikan. Nilai-nilai pendidikan itu, dapat diambil oleh seorang anak melalui proses pengajaran (nasehat-nasehat) dan keteladanan dalam artian apa yang dicontohkan oleh kedua orang tua, sangat berpengaruh terhadap kondisi psikologis anak. Sebagai mana yang telah dipelajari dalam psikologi pendidikan, dalam proses perkembangan dan pertumbuhan anak akan cenderung meniru kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan oleh kedua orang tuanya. Maka dari itu keteladanan yang baik yang seharusnya diperlihatkan kepada seorang anak, karna keteladanan adalah bagian dari proses pendidikan anak.
Di bawah ini, adalah konsep yang diterapkan oleh Lukman dalam mendidik anaknya:
1. Q.S Lukman[31] Ayat 13
وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لاِبْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَابُنَيَّ لاَ تُشْرِكْ بِاللهِ إِنَّ
.الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ
“Dan ingatlah ketika lukman berkata kepada anaknya, ketika dia member pelajaran kepadanya, “wahai anakku, janganlah engkau mempersekutukan Allah, sesugguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.”(Q.S Lukman: 13)
Kata يَعِظُ (ya’izuhu) yaitu pengajaran yang mengandung nasihat kebajikan dengan cara yang menyentuh hati. Ada juga yang memaknai sebagai ucapan yang mengandung peringatan.[1]
Kata bunayya adalah panggilan untuk anak laki-laki. Dimana panggilan tersebut mengandung kasih sayang. Lukman memulai nasehatnya kepada putranya dengan menekankan perlunya menghindari perbuatan syirik, karena perbuatan syirik adalah kedzaliman yang amat besar. Kita telah megetahui bahwa zalim adalah menempatkan sesuatu yang bukan pada tempatnya. Suatu kezaliman yang besar jika menjadikan mahluk sebagai tuhan.
Nlai pendidikan yang terkandung dalam surah ini, yaitu bagaimana seharusnya menjadi seorang pendidik dalam berikan pengajaran kepada anak. Kita harus memulai dengan kelembutan. Ini adalah salah satu metode yang digunakan oleh Lukman sebagai mana dikisahkan dalam ayat diatas. Disamping itu, kita tidak boleh luput dalam mengulanginya untuk member nasehat.[2] Dalam mengajar harus banyak menasehati anak tentang hal-hal kebaikan terutama menyangkut ibadah kepada Allah SWT.
Setelah melihat bagaimana Lukman dalam mendidik anak, maka dilanjutkan dengan ayat berikutnya yang membahas atau mengajar kita bagaimana dalam bergail dan berbuat baik kepada kedua orang tua:
2. Q.S Lukman[31] Ayat 14
وَوَصَّيْنَاالإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَي وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْلِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ المَصِيْرُ
“Dan kami wasiatkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam usia dua tahun. Bersyukurlah kepadaku dan bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu. Hanya kepada Aku kembalimu. (Q.S. Lukman : 14).
Menurut sebagian para ulama, ayat diatas bukanlah bagian pengajaran Lukman kepada anaknya.[3] Ia disisipkan Al-qur’an untuk menunjukkan betapa penghormatan dan kebaktian kepada kedua orang tua yang menempati posisi kedua setelah pengagungan kepada Allah SWT. Dan kita diperintahkan untuk berbakti kepada kedua orang tua, sebagaimana dalam Q.S. Al-an’am[6] ayat 151 yang menyatakan:
“katakanlah (Muhammad), marilah aku bacakan apa yang diharamkan tuhan kepadamu. Janganlah memprsekutukan-Nya dengan apa pun, berbuat baik kepada ibu bapak……dst. (Al-an’am[6]: 151).
Ayat diatas memerintahkan kita untuk berbuat baik kepada kedua orang tua dan jangan sekali-kali kita mengucapkan kata “ah” pada keduanya, sebagaimana dalam qur’an surah Al-isra’[17]: 23.
Kata (ووصينا) wawassayna. Yaitu berpesan dengan sangat kukuh kepada manusia menyangkut kedua orang tua mereka, agar selalu berbuat baik kepada keduanya.[4]
Kata (وهنا) wahnan yaitu kelemahan yang dirasakan oleh seorang ibu untuk memikul beban kandungan yang kian memberat sesuai dengan usia kandungan. Maka untuk itulah kita diperintahkan untuk berbuat baik kepada mereka, danbersyukur kepada Allah yang menciptakan kita melalui perantara keduanya dan bersyukur pula kepada kedua orang tua yang senantiasa melimpahkan kasih sayangnya kepada kita sebagai seorang anak.
Nilai pendidikan yang harus kita ambil yaitu bagaimana cara untuk mempergauli kedua orang tua baik mereka sudah lanjut usia yang dalam pemeliharaan kita.
3. Q. S. Lukman[31] Ayat 15
وِان جاهداك على ان تشرك بي ماليس لك به علم فلا تطعهما وصاحبهما في الدنيامعروفا واتبع سبيل من اناب الي ثم الي مرجعكم فانبئكم بماكنتم تعملون.
“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah engkau mematuhi keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Ku-beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.”
Setelah ayat lalu menekankan tentang pentingnya berbuat baik kepada orang tua, maka dalam ayat diatas dinyatakan pengecualian untuk mentaati perintah kedua orangtua.
Kata ( جاهداك) terambil dari kata (جهد) juhd yakni kemampuan atau sungguh-sungguh. Kata ini digunakan dalam ayat karena adanya upaya sungguh-sungguh. Dalam hal ini, sebagaimana makna kata اكجهد adanya unsur paksaan dari orang tua untuk mentaati kemauanya yang melencengkan aqidah maka tidak harus diikuti apalagi hanya sekedar ajakan.[5]
Asbab nuzul ayat ini berkenaan Sa’ad bin Malik. Sa’ad bin Malik mengatakan, “aku sangat mencintai ibuku. Saat aku masuk islam ibuku tidak setuju dan berkata,‘anakku, kau pilih salah satu, kamu tinggalkan Islam atau aku tidak akan makan sampai aku mati. Aku bertekad untuk tetap memeluk Islam. Namun ibuku malaksanakan ancamannya selama tiga hari tiga malam. Aku bersedih dan berkata, ‘ibu, jika ibu memiliki seribu jiwa (nyawa) dan satu persatu meninggal, aku akan tetap dalam Islam. Karena itu terserah ibu mau makan atau tidak, ahirnya ibuku pun luluh dan mau makan kembali.” (H.R. at-Tabrani).
Nilai-nilai pendidikan yang bias kita ambil jika dikaitkan dengan Al-qur’an surah lukman ayat 15:
1. Peran orangtua bukanlah segalanya, melainkan terbatas dengan peraturan dan norma-norma ilahi.
2. Dalam dunia pendidikan, pendidik tidak mendominasi secara mutlak, tidak semua harus diterima oleh anak didik melainkan anak didik perlu memilah yang benar berdasarkan nilai-nilai Islamiyah. Yaitu merujuk pada Al-qur’an dan As-sunnah.
3. Dalam persoalan keduniaan, kita harus mematuhi kedua orang tua dan berbakti atau memberikan haknya, namun kalau persoalan aqidah tidak seharusnya kita mengikuti.
4. Q.S. Lukman[31] ayat 16
يَابُنَيَّ إِنَّهَاإِنْ تَكُ مِثقَالَ حَبَّةٍ مِن خَردَلٍ فَتَكُنْ فِي صَخْرَةٍ أَو فِي السَّمَوَاتِ أَو فِيَ الأَرْضِ يَأْتِ بِهَااللهُ إِنَّ اللهَ لَطِيفٌ خَبِيرٌ
“wahai anakku, sesungguhnya jika ada (seuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada di dalam batu karang atau di langit atau di bumi, niscaya Allah akan memberinya (balasan) sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui.”(Q.S Lukman[31]:16)
Ayat diatas merupakan lanjutan nasihat Lukman kepada anaknya. Bahwa sekecil apapun itu, akan ada balasan dari perbuatan tersebut. Sebagaimana firman Allah pada ayat sebelumnya: “maka akan Ku-beritahukan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” Ayat diatas pun dipertegas di dalam Q.S Al-anbiya’[21]:47 yang berbunyi:
“dan kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, maka tidak seorang pun dirugikan walau sedikit; sekalipun hanya seberat biji sawi, pasti kami mendatangkannya(pahala). Dan cukuplah kami membuat perhitungan,”
Perumpamaan biji sawi, dinyatakan dalam surah ini, karena biji sawi sangatlah kecil. Dalam tafsir Al-Muntakhab yang melukiskan biji tersebut. Di dalam tafsir tersebut dibahas bahwa 1 kg biji ( خردل (atau sawi terdiri atas 913.000 butir. Dengan demikian berat satu biji sawi sama dengan 1/1000 gram.
Kata ( لطيف ) diambil dari akar kata لطف lathafa yang berarti lembut, halus.Artinya Allah maha halus yaitu walau sekecil apapun Allah mengetahuinya.
Nilai pendidikan yang bisa kita ambil yaitu pengarahan kepada manusia bahwa tidak ada sesuatu yang dikerjakan melainkan ada balasan sekecil apapun itu. Dan kita sebagai seorang pendidik, kita terus meluruskan walaupun menyangkut hal-hal kecil.
5. Q.S Lukman[31] ayat 17
يَابُنَيَّ أَقِمِ الصَّلاَةَ وَأمُر بِالمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ المُنكَرِ وَاصبِر عَلَى مَا أَصَابَكَ إِنَّ ذَلِكَ مِن عَزمِ الأُمُورِ
“wahai anakku, laksanakanlah shalat dan perintahkanlah mengerjakan yang ma’ruf dan cegahlah dari kemungkaran dan bersabarlah terhadap apa yang menimpamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal diutamakan.
Diatas adalah lanjutan nasihat dari Lukman kepada anaknya, terkait perintah sholat, dan menyuruh anaknya memerintahkan kepada setiap orang untuk melakukan hal-hal yang ma’ruf dan mencegah dari perbuatan kemungkaran dan bersabarlah. Karena hal yang ketiga tersebut merupakan hal-hal yang diutamakan.
Dalam menjalankan wasiat Lukman tersebut tidaklah mudah melainkan ada banyak rintangan yang dihadapi ketika menyampaikan hal-hal yang baik. Ini sama halnya yang dirasakan Rasulullah saat berdakwah, betapa banyak rintangan yang dialami sampai-sampai beliau rela dilempari kotoran dan batu untuk menegakkan kebenaran.
Nilai pendidikan yang bisa diambil dari ayat ini adalah:
1. Kewajiban mendidik diri sendiri sebelum mendidik orang lain.
2. Sebagai seorang pendidik, perlunya kesabaran dan penuh kasih sayang tanpa membedakan peserta didik.
6. Q.S Lukman[31] Ayat 18
وَلاَتُصَعِّر خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلاَتَمشِ فِي الأَرضِ مَرَحًا إِنَّ اللهَ لاَيُحِبُّ كُلَّ مُختَالٍ فَخُورٍ.
“Dan janganlah engkau memalingkan wajahmu dari manusia (karena sombong) dan janganlah berjalan di bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.”( QS. Lukman[31]:18)
Nasihat Lukman kali ini adalah ahlak dan sopan santun dalam berinteraksi dengan sesama manusia. hal yang disebutkan diatas sering kali terjadi dalam kehidupan sehari-ari kita. Kadang kala orang yang pernah kenal baik dengan kita, saat mendapati posisi yang tinggi seakan malu dan memalingkan muka saat bertemu karena posisi dan status sosial sudah beda lagi dengan kita.
Kata (تُصَعر) tusha’ir terambil dari kata (الصَعر) ash-sha’ar yaitu penyakit yang menimpa onta, dam menjadikan lehernya keseleo. Sehingga ini memaksakan dia dan berupaya keras agar berpaling sehingga tekanan tidak tertuju pada syaraf lehernya yang mengakibatkan rasa sakit. Dari kata inilah menggambarkan upaya keras dari seorang untuk bersikap angkuh dan menghina orang lain.[6]
Telah digambarkan diatas nasihat Lukman kepada anaknya, yaitu nasihat untuk tidak menyombongkan diri, dan jangan berjalan dengan angkuh. Karena itu merupakan perbutan yang tidak disukai oleh Allah SWT.
Nilai pendidikan yang bisa kita ambil dari ayat ini adalah etika dalam berbicara atau berdialog untuk tidak merendahkan orang yang kita ajak bicara atau bertukar fikiran. Ayat ini mengajarkan kita konsep berdialog antara sesama manusia. Hal ini dijelaskan dalam Ibnu Katsir dalam tafsir Al-qur’anul Adzim, Kairo, 2000: 56.
7. Q.S Lukman[31] Ayat 19.
وَاقْصِدْ فِي مَشْيِكَ وَاغْضُضْ مِن صَوتِكَ إِنَّ أَنكَرَالأَصْوَاتِ لَصَوتُ الحَمِيرِ
Artinya: “Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai”.
Kata ( وَا قْصِدْ فى مَشْيِكَ ) “dan sederhanalah kamu dalam brjalan”. Yaitu berjalan secara sederhana maksudnya adalah tidak terlalu lambat dan tidak terlalu cepat namun adil yaitu mengambil pertengahan.[7]
Kata (وَاْ غْضُضْ مِنْ صَوْتِكَ) “dan lunakkanlah suaramu.” Yaitu janganlah kamu berlebihan dalam berbicara dan jangan mengeraskan suara pada sesuatu yang tidak bermanfaat.[8]
Sehingga, dari itulah Allah SWT berfirman: (اِن اَنكَرَ اْلأصْوَاتِ لصَوْتُ الحمير)“Sesungguhnya seburuk-buruk suara adalah suara keledai”. Mujahid dan banyak Ulama berkata: perumpamaan keledai orang yang mengangkat suaranya tinggi-tingi, disamping itu merupakan hal yang dimurkai oleh Allah.
Nilai pendidikan yang bisa kita ambil jika dikaitkan dengan dunia pendidikan, yaitu: dalam berbicara kita harus bertutur yang sopan dan tidak berlebihan dan ini terkait dengan etika dalam diskudi.
8. Q.S An-Nisa’:[4] Ayat 9
وَلْيخْشَ الَّذِيْنَ لَوْ تَرَكُواْمِنْ خَلْفِهِم ذُرِّيَّةً ضِعَفاً خاَفُواْ عَلَيْهِم فَلْيَتَّقُواْاللهَ وَلْيَقُولُواْ قَوْلاً سَـديْدًا(الـنسآء)
“ Dan hendaklah merasa takut jika mereka meninggalkan anak-anak yang lemah di belakang mereka, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraannya). Maka hendaklah merek bertakwa kepada Allah, dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar.(QS An-nisa[4]: 9).
Didalam ash-Sholihin dinyatakan bahwa Rasulullah pernah menjenguk Sa’ad bin Abi Waqqash, beliau ditanya oleh Sa’ad,: “ Ya Rasulullah, sesungguhnya aku memiliki banyak harta dan tidak memiliki ahli waris kecuali seorang putri. Apakah boleh aku bersedekah dua pertiga hartaku?”, Beliau menjawab, “Tidak”. Ia bertanya lagi, “bolehkah akau bersedekah sepertiga hartaku?”, Beliau menjawab, “Tidak”. Sa’ad bertanya lagi, “bagaimana kalau sepertiga?”, Beliau menjawab, “Ya, sepertiga boleh dan sepertiga itu cukup banyak.” Kemudian Rasulullah bersabda: “sesungguhnya kamu tinggalkan keturunanmu dalam keadaan cukup adalah lebih baik daripada engkau biarkan mereka miskin meminta-minta kepada orang lain.”(HR . Bukhari dan Muslim).
Diatas merupakan Asbabunnuzul ayat ini. Semua yang bernyawa pasti akan merasakan yang namanya kematian. Maka dari itu ayat diatas memberi wasiat kepada kita untuk mempersiapkan sesuatu sebelum meniggalkan anak-anak kita. Karena, anak adalah tanggung jawab yang harus kita hidupi maka dari itu perlunya dipersiapkan harta untuk mereka. Selain harta benda, maka perlunya pelurusan akidah kepada anak-anak kita, karena anak yang shaleh adalah gelimangan harta orang tua atau bisa juga dikatakan anak Shaleh merupakan Imfestasi orang tua di dunia. Orang yang sudah meniggal akan terputus amalannya kecuali tiga hal: 1. Doa anak yang saleh kepada orang tuanya. 2, amal jariyah. 3. Ilmu yang bermamfaat.
Nilai pendidikan yang terkandung dalam ayat tersebut adalah sebagai berikut:
1. Perlunya bekal pendidikan untuk anak sebelum orang tua meninggal. Karena anak adalah tanggung jawab orang tua yang harus didik.
2. Dalam mengajar anak harus bertutur kata yang baik.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari ayat 13-19 tiga kali di sebutkan يبُنَيَّ itu mengisyaratkan dalam mengajar anah harus dilandaskan dengan panggilan kasih sayang, agar hati anak luluh dan mengikuti apa yang diajarkan oleh orang tua. Diatas juga sudah dijelaskan bahwasanya kita harus terus-terus menasehati, ini meupakan metode yang dilakukan oleh Lukman Hakin dalam mendidik anaknya. Dalam bergaul dengan orang tua, kita harus berlaku santun.
Kemudian, kita harus mempersiapkan bekal pendidikan yang mantap kepada anak, karena ajal tidak diketahui kapan datangnya.
B. Saran
penafsiran bukanlah kebenaran yang mutlak, melainkan hasil penggalian akal fikir manusia. Tidak ada yang lebih mengetahui makna ayat-ayat dalam Al-qur’an kecuali pembuat syara’ itu sendiri. Kami memerlukan saran dan komentar dari para pembaca bila saj terdapat banyak kesalahan dalam karnya makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Shihab, M. Quraish, TAFSIR AL-MISBAH Pesan, Kesan dan Keserasian Al-qur’an.Jakarta : Lentera Hati Volume 11.
Abbas Shadr, Sayyid, TAFSIR NURUL QURAN Sebuah tafsir sederhana Menuju Cahaya Al-qur’an. 2003. Jakarta: AL-HUDA.
Alu Syaikh, Abdurrahman Bin Ishaq. TAFSIR IBNU KATSIR Jilid 4. Jakarta: Pustaka imam Asy- Syafi’i.
[1] Quraish Shihab, TAFSIR AL-MISBAH pesan, kesan dan keserasian Al-qur’an, Lentera hati. Vol 11, hlm. 127.
[2] Ibid.
[3] Ibid. hlm. 128.
[4] Quraish Shihab, TAFSIR AL-MISBAH pesan, kesan dan keserasian Al-qur’an, Lentera hati. Vol 11, hlm. 129.
[5] Quraish Shihab, TAFSIR AL-MISBAH pesan, kesan dan keserasian Al-qur’an, Jakarta: Lentera hati. Vol 11, hlm. 132.
[6] Quraish Shihab, TAFSIR AL-MISBAH: pesan, kesan dan keserasian Al-qur’an, Jakarta: Lentera hati. Vol 11, hlm. 139.
[7] DR. Abdullah bin Muhammad, TAFSIR IBNU KATSIR Jilid 4. Hal 784.
[8] Ibid.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar